Sabtu, 16 April 2011

TES INTELLIGENSI

  Maksud dan Tujuan Tes Intelligensi
Tes inteligensi dapat dikelompokkan menjadi dua kategori utama : secara individu dan kelompok. Tes inteligensi secara kelompok digunakan untuk tujuan yang lebih luas dan beragam seperti dalam seting sekolah dan militer. Sedangkan untuk situasi klinis, paling banyak digunakan tes inteligensi secara individual.
Tes inteligensi secara individual yang tidak membutuhkan penggunaan bahasa (perilaku verbal) disebut performance test. Sedangkan tes yang tergantung pada penggunaan kata-kata dan angka-angka disebut verbal test. Tes inteligensi yang paling bernilai dan dapat digunakan secara luas dalam situasi klinis adalah tes yang mengkombinasikan keduanya, tes verbal dan performa. 

a.      SPM
Pengertian
Standard Progressive Matrixes, merupakan salah satu tes inteligensi yang dikenal luas di Indoensia. SPM merupakan tes non verbal yang menyajikan soal-soal dengan menggunakan gambar-gambar yang berupa figur dan desain abstrak, hingga diharapkan tidak tercemari oleh faktor budaya. Tes ini tidak menghasilkan IQ, melainkan skor yang dapat dibandingkan dengan norma untuk menunjukkan tingkat kemampuan mental seorang anak.
Tes Standard Progressive Matrices (SPM). Tes ini pertama kali diciptakan oleh John. C Raven tahun 1938 dan pertama kali digunakan untuk Angkatan Bersenjata Inggris dalam Perang Dunia II. Jenis tes ini dikelompokkan sebagai tes non verbal artinya materi soalnya tidak diberikan dalam bentuk tulisan ataupun bacaan melainkan dalam bentuk gambar-gambar. Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan dalam hal pengertian dan melihat hubungan bagian bagian gambar yang disajikan serta mengembangkan pola berpikir yang sistematis. Tes ini dianggap sebagai culture fair test (adil untuk semua budaya) karena mampu meminimalkan pengaruh budaya tertentu.
Materi tes berupa gambar dengan sebagian yang terpotong, tujuannya subjek mencari potongan gambar yang cocok dari alternatif gambar yang disediakan. Penyajian tes dapat dilakukan secara klasikal atau individual yang hasilnya berupa persentil dan grade dari inteligensi. Tes ini terdiri dari 60 soal yang dikelompokkan dalam lima seri yaitu: A, B, C, D, dan E, setiap seri terdiri dari 12 item. Total waktu yang dibutuhkan tidak terbatas, tetapi biasanya disediakan waktu 30 menit. Tes ini biasa digunakan pada anak SD maupun SMP.
Tujuan
Tes ini bertujuan untuk mengungkap kemampuan memahami figur yang tidak berarti dengan mengobservasi dan berfikir jernih pada saat mengerjakan tes, kemudian melihat hubungan antara figur-figur yang ada yang pada gilirannya mampu mengembangkan penalaran. Disamping itu untuk mengukur kemampuan seseorang untuk membentuk hubungan persepsi.
Tes SPM disusun berdasarkan teori faktor ”g” yang dikemukakan oleh Spearman yang bertujuan untuk mengungkap kemampuan intelektual (inteligensi umum) individu. Aspek-aspek yang diungkap dalam tes ini adalah:
1.      Kemampuan penalaran ruang yaitu kemampuan seseorang dalam memahami konsep ruang (spasial).
2.      Kemampuan menganalisis, mengintegrasikan, mencari dan memahami sistem hubungan diantara bagian-bagian.
3.      Kemampuan dalam hal ketepatan yaitu kemampuan seseorang dalam menghitung.




b.      APM
Pengertian
Advanced Progressive Matrices atau APM merupakan salah satu alat tes non verbal yang digunakan untuk mengukur kemampuan dalam hal pengertian dan melihat hubungan-hubungan bagian gambar yang tersaji serta mengembangkan pola pikir yang sistimatis penyajian tes raven ini dapat dilakukan secara classical dan individu. Raven Progressive Matrices mengukur general faktor dari sperman, sedangkan sebagian kecil spatial apptitude, inductive reajoning dan perceptual accurary.
Tujuan
Tujuan dari tes APM adalah untuk mengetahui tingkat intelegensi seseorang, untuk keperluan seleksi, untuk mengukur kemampuan intelektual, untuk orang normal, tanpa batasan waktu umur dan dipakai diatas 11 tahun, digunakan untuk kemampuan observasi, dan untuk analisis tujuan klinis.

c.       CFIT
Pengertian
Menurut manual aslinya, Tes Kecerdasan Culture Fair dirancang sedemikian rupa, sehingga pengaruh kelancaran verbal, kondisi budaya, dan tingkat pendidikan terhadap hasil tes diperkecil (Cattell, 1973, dikutip oleh Sutarlinah Sukadji, 1983). Tes kecerdasan Culture Fair berusaha menghindarkan, antara lain bahasa, kecepatan, dan isi yang terikat budaya.
Raymond Cattell mengembangkan CFIT (Culture Fair Intelligence Test), yang merupakan tes inteligensi non-verbal . Tes ini menyajikan soal-soal yang menghendaki subyek memilih suatu desain yang tepat melengkapi suatu rentetan desain tertentu, mencari figur geometris yang paling berbeda dengan figur lainnya.
Tes ini dipergunakan untuk keperluan yang berkaitan dengan faktor kemampuan mental umum atau kecerdasan.
1.    Skala 1 = untuk anak usia 4 – 8 tahun, dan individu yang lebih tua yang mengalami cacat mental.
2.    Skala 2 = untuk anak usia 8 – 14 tahun dan untuk orang dewasa yang memiliki kecerdasan dibawah normal.
3.    Skala 3 = untuk usia sekolah lanjutan atas dan orang dewasa dengan kecerdasan tinggi.
Tujuan
Tujuan utama rancangan dan susunan tes ini adalah :
1)        Menciptakan instrument yang secara psikometris sehat, berdasarkan teori yang komprehensif, dengan validitaas dan reliabilitas semaksimal mungkin.
2)        Memperkecil pengaruh-pengaruh budaya dan kondisi masyarakat yang tidak relevan, tetapi tetap mempergunakan / mempertahankan kegunaan prediktif untuk berbagai tingkah laku konkrit.
3)        Pelaksanaan penyajian dan penyekoran yang sangat mudah dan penggunaan waktu tes yang relatif ekonomis.

d.      WAIS
Pengertian
Tes ini dibuat pada tahun 1955, disusun oleh David Wechsler. WAIS diciptakan dengan dasar pikiran intelegensi terdiri dari beberapa aspek (aspek verbal, abstrak, numerical, bahkan faktor G). Oleh karena itu dalam tes WAIS ada 2 kelompok susunan tes, yaitu : kelompok verbal (lisan) dan kelompok performance (perbuatan).
Tujuan
            WAIS bertujuan untuk mengungkap intelligensi orang dewasa. Tujuan pemisahan verbal dan performence IQ adalah untuk keperluan diagnosa apabila misalnya seseorang yang mendapat handicap dalam bidang verbal atau cultural.
Seperti pada semua tes psikologi, pemberian WIAS secara layak meminta penguji yang mampu, bahan-bahan yang teratur, ruangan testing yang sesuai (tenang), dan waktu yang cukup. Materi tes harus dijaga dari pandangan subjek, sampai sub test itu disajikan dalam testing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan beerikan pendapat kalian ^o~